26 kesalahan para pendaki menurut syariat Islam

kesalahan-kesalahan yang banyak dilakukan di kalangan kita, para pendaki dan pecinta alam yang beragama muslim khususnya

Bismillah.. Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Postingan kali ini adalah kumpulan beberapa tulisan dari seorang sahabat saya Abu Fahd namanya, yang saya rangkum dan saya share ulang di blog ini. Dari tulisan-tulisan beliau ini sudah banyak membukakan mata dan hati saya pribadi mengenai adab dan kesalahan-kesalahan yang banyak dilakukan di kalangan kita, para pendaki dan pecinta alam yang beragama muslim khususnya.

Sesungguhnya tidak ada satupun manusia di bumi ini yang terbebas dari dosa, walaupun yang berupa dosa kecil. Siapapun kita pastilah pernah melakukan sesuatu yang tidak terpuji atau suatu dosa, baik berupa ucapan maupun perbuatan, sebab manusia bukanlah makhluk yang ma’shum (terjaga dari salah dan dosa). 

Bagi kalangan pendaki, menjaga adab dan akhlak ketika mendaki gunung merupakan faktor yang sangat penting. Kenapa? karena alam beserta isinya adalah kepunyaan-Nya, bukan punya kita. Oleh karena itu, maka pentinglah kita sebagai pendaki WAJIB tunduk dan patuh kepada segala aturan-Nya dan menjauhi segala apa-apa yang dilarang-Nya. 

Berikut adalah 26 kesalahan para pendaki ketika dalam melakukan perjalanan untuk mendaki gunung, diantaranya:

1. Berniat mendaki gunung untuk perkara-perkara yang haram

Berniat mendaki gunung untuk perkara-perkara yang diharamkan syariat, seperti:

– Kesyirikan : Untuk mengirimkan sesajen kepada sesembahan selain Allah (penghuni gunung, dewa/dewi, jin, setan, dan semisalnya), bertawassul, mencari/meminta wangsit, menyembelih, bernazar,  bertabarruk (mencari barakah) kepada jin, penghuni gunung, tempat keramat, atau orang yang sudah mati dan dikuburkan di gunung.

– Kebid’ahan : Untuk melakukan upacara, ritual atau acara2 yang bid’ah dan tidak disyariatkan di gunung, seperti Sedekah Gunung, Sedekah Bumi, Hari Ulang Tahun, dll.

– Kemaksiatan : Untuk melakukan perbuatan mesum atau maksiat di gunung, seperti yang terjadi di gunung Kemukus.

 Dari Amir Mukminin Abi Hafsh Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang akan diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Melakukan acara atau ritual ‘Selamatan’ sebelum mendaki gunung.

Biasanya acara ini dilakukan oleh pihak keluarga yang salah seorang keluarganya ada yang pergi mendaki gunung. Acara ini termasuk bid’ah yang mengada-ada.

Dari ‘Aisyah radliyallâhu ‘anha dia berkata, Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ada (memperbuat sesuatu yang baru) di dalam urusan kami ini (agama) sesuatu yang bukan bersumber padanya (tidak disyari’atkan), maka ia tertolak.” (HR.al-Bukhari)

Di dalam riwayat Imam Muslim dinyatakan, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan termasuk urusan kami (agama), maka ia tertolak.”

3. Memaksakan diri untuk pergi mendaki gunung walaupun tidak mendapat izin dan restu dari orangtua.

Seseorang datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam meminta izin untuk pergi Jihad, maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya, “Apakah kedua ibu bapakmu masih hidup?”

Laki-laki itu menjawab, “Ya.”

Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tinggallah dengan kedua orangtuamu, maka itulah Jihadmu.”

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits di atas dijadikan dalil haramnya safar tanpa izin orangtua. Karena menakala Jihad dilarang, padahal keutamaannya sangat agung, maka safar yang mubah tentu lebih dilarang…” (Fathul Bari, VI/174).

4. Tidak memilih pemimpin atau ketua perjalanan.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika tiga orang keluar untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk menjadi pemimpin.” (Shahih Abi Dawud, no. 2608).

5. Mampir untuk meminta izin dan keselamatan kepada kuncen atau juru kunci gunung tersebut.

Ini adalah perkara yang membahayakan aqidah dan bisa terjerumus kepada perbuatan Syirik Akbar. Berbeda halnya jika meminta izin kepada petugas khusus yang berwenang dalam masalah ini, maka hal ini dibolehkan, bahkan bisa diwajibkan.

Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.” (al Fatihah: 5)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR.Tirmidzi: Hasan Shahih)

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah berfirman: Aku tidak butuh pada sekutu-sekutu itu, barangsiapa yang beramal dengan amalnya itu dia mempersekutukan Aku dengan yang lainnya, maka akan Ku-tinggalkan dia bersama sekutunya.” (HR.Muslim)

6. Mempercayai dan menyakini adanya cerita-cerita khurafat, mistis, tahayul di gunung dan yang menyalahi ajaran Islam.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu, katanya: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengimami kami dalam shalat Shubuh di Hudaibiyah setelah semalamnya turun hujan. Ketika usai shalat, beliau menghadap kepada orang-orang lantas bersabda: “Tahukah kamu apa yang difirmankan oleh Tuhanmu?”

Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”

Beliau pun bersabda: “Dia berfirman: Pagi ini di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan: ‘Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Tuhan, dia beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang’. Sedangkan orang yang mengatakan: ‘Telah turun hujan kepada kita karena bintang ini, atau bintang itu’, dia kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang.”

7. Membawa barang-barang yang diharamkan selama pendakian dan menggunakannya, seperti jimat, khamer (minuman keras), alat musik, rokok, lonceng, dll.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Malaikat tidak akan menyertai rombongan yang di dalamnya ada anjing dan lonceng.” (HR: Bukhari).

8. Wanita safar tanpa didampingi oleh mahramnya.

Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan perjalanan sejauh sehari semalam kecuali bersama seorang mahram.” (HR: Bukhari dan Muslim).

9. Ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahram) dan khalwat (berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram) selama pendakian, apalagi jika sampai satu tenda.

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan sekali-kali salah seorang dari kamu bersendirian dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” (HR: Bukhari dan Muslim).

10. Meninggalkan kewajiban agama seperti shalat yang lima waktu, walaupun dalam kondisi yang memberatkan dan menyulitkan.

Dari Jabir bin Abdillah Radhiallaahu anhu Rasulullah Shalallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Pemisah antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah dengan meninggalkan shalat” (HR: Muslim)

“Perjanjian antara kita dengan mereka (orang kafir) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya sungguh dia telah kafir.” (HR: Ahmad, At-Turmudzi, An-Nasa’i dan yang lainnya)

11. Tidak menjama’ dan mengqashar shalat selama pendakian jika ia seorang musafir.

Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Melalui lisan Nabi kalian, Allah mewajibkan kalian shalat empat rakaat saat mukim, dua rakaat ketika bepergian, dan satu rakaat di kala takut.” (Hadits Shahih. HR: Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud, An Nasa’i).

Dari Ibnu Umar, dia berkata, “Aku pernah menyertai perjalanan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tidak pernah shalat lebih dari dua rakaat hingga wafat. Aku juga pernah menyertai perjalanan Abu Bakar. Dia tidak pernah shalat lebih dari dua rakaat hingga wafat. Aku juga pernah menyertai perjalanan Umar. Dia tidak pernah shalat lebih dari dua rakaat hingga wafat. Selain itu, aku juga pernah menyertai perjalanan Utsman. Dia tidak pernah shalat lebih dari dua rakaat hingga wafat…” (HR: Muttafaqun ‘alaih).

12. Sudah menjama’ dan mengqashar shalat sebelum meninggalkan tempat kediamannya atau sebelum memasuki daerah lain jika ia hendak safar.

Anas berkata, “Aku shalat zhuhur empat rakaat bersama Nabi di Madinah. Adapun di Dzul Hulaifah, kami shalat dua rakaat.” (HR: Bukhari, Muslim, Abu Dawud).

Ibnul Mundzir berkata, “Aku tidak tahu bahwa Nabi pernah mengqashar shalat pada setiap safarnya melainkan setelah meninggalkan Madinah.” (Fiqhus Sunnah, I/240, 241).

13. Tidak mengetahui tata cara menjama’ dan mengqashar shalat.

14. Tidak mengetahui tata cara tayammum.

Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya tanah yang suci adalah alat bersuci bagi seorang muslim sekalipun dia tidak mendapatkan air sepuluh tahun.” (HR. Nasa’i (321), Tirmidzi (124), Abu Dawud (332), Ahmad (5/160). Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”)

15. Memaksakan bersuci dengan air padahal persediaan air terbatas dan kurang.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Artinya : Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin manusia lari (dari kebenaran) dan saling membantulah (dalam melaksanakan tugas) dan jangan berselisih” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

16. Berpakaian dengan menampakkan aurat selama pendakian.

Yaitu laki-laki berpakaian yang menampakkan paha atau bagian dibawah pusarnya, begitu juga isbal (memanjangkan pakaian di bawah mata kaki) bagi laki-laki, sedangkan untuk wanita berpakaian tanpa hijab/jilbab syar’i, memakai pakaian ketat dan celana panjang.

Dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Artinya : Tidak diperbolehkan bagi orang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan wanita melihat aurat wanita…” (Hadits Riwayat Muslim).

17. Mengotori dan merusak lingkungan, seperti:

– Membuang sampah sembarangan dan tidak membawa turun sampah yang dibawanya.
– Mengotori sumber air.
– Mencemari air, tanah dan udara dalam jangka lama.
– Mencorat-coret batu, pohon, pos shelter.
– Menebang pohon tanpa batas dan berlebihan.
– Mengambil atau mencuri flora dan fauna yang langka tanpa izin dan yang terlarang.
– Lalai dan sembrono hingga mengakibatkan kebakaran hutan dan savana.
– dll.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Qs.Al A’raf: 56).

”Dan apabila dia berpaling (dari kamu), dia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, padahal Allah tidak menyukai kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 205).

18. Buang hajat (Buang Air Kecil dan Buang Air Besar) di tempat umum, tempat-tempat yang dilalui manusia, dan di sumber air atau yang tidak mengalir.

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah oleh kalian dua hal yang bisa mendatangkan laknat!” Mereka bertanya, “Apakah dua hal itu wahai Rasul?” Beliau bersabda, “Orang yang buang hajat di jalanan umum, atau di tempat teduh mereka.” (HR: Muslim).

Dari Jabir, “sesungguhnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang buang air kecil di air yang diam (tidak mengalir).” (HR: Muslim).

19. Tidak memadamkan api ketika hendak tidur atau pergi.

Dari Ibnu Umar, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda, “Jangan kalian membiarkan api menyala di rumah kalian ketika kalian tidur!” (HR: Bukhari dan Muslim).

20. Tidur beramai-ramai dalam satu selimut.

Dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Artinya : …Dan tidak boleh seorang laki-laki dengan orang laki-laki lain dalam satu selimut, dan wanita dengan wanita lain dalam satu selimut”. (Hadits Riwayat Muslim).

21. Bercerai berai dan berpisah diri dari kelompoknya ketika singgah di suatu tempat.

Diriwayatkan dari Abu Tsa’labah, bahwa ketika suatu saat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam singgah (disuatu tempat), maka para Shahabat memilih tempat berhenti yang terpisah-pisah. Maka beliau shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda, “Sesungguhnya terpisah-pisahnya kalian di celah gunung dan lembah ini dari syaithan.” (Shahih Abi Dawud, no. 2628).

22. Tidak membagi atau memakan makanan secara adil ketika makan bersama-sama dalam kelompoknya, kecuali jika sudah diizinkan oleh sahabat-sahabatnya.

Dari Jabalah ibn Suhaim, dia berkata, “Kami mengalami musim Paceklik bersama Ibnu Zubair, tiba-tiba kami mendapat rizki kurma. Waktu Abdullah bin Umar lewat, kami sedang makan, maka dia berkata, “Jangan kalian makan dua butir kurma sekaligus karena Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam melarang perbuatan qiran tersebut”; kemudian dia berkata, “Kecuali orang itu minta izin kepada kawannya.”(HR: Bukhari dan Muslim).

23. Mencela cuaca (angin, hujan, dingin, panas, dsb) di gunung.

Firman Allah Ta’ala (artinya): “Dan kamu membalas rezeki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan mengatakan perkataan yang tidak benar.” (Al-Waqi’ah: 82)

Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Angin itu termasuk rahmat Allah, dia datang membawa rahmat, dan bisa juga membawa adzab (siksa), maka jika kalian melihatnya janganlah kalian mencelanya, dan mintalah (kepada Allah) kebaikan yang dibawanya, serta berlindunglah dari kejahatan yang ditimbulkannya.” (HR: Abu Daud dengan sanad hasan).

24. Sombong tatkala mendaki gunung.

Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al Isra’: 37).

25. Tidak mentaati ketua atau pemimpin rombongan, kecuali jika disuruh bermaksiat dan melanggar peraturan.

Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin), baik dalam perkara yang dia senangi maupun yang dia benci, kecuali kalau dia diperintah dalam perkara maksiat, maka dia tidak boleh mendengar atau taat.” (HR. Bukhari 4/329 Musnad 3/1469)

26. Tidak mempersiapkan dan membekali diri dengan baik karena merasa sudah biasa dan mampu, sehingga bisa memudharatkan diri sendiri bahkan bisa membunuh diri sendiri.

Karena tidak dipungkiri bahwa naik gunung itu termasuk kegiatan beresiko, selain itu juga bisa merepotkan dan menyusahkan teman.

Allah Ta’ala berfirman, “…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS Al-Baqarah: 195)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan memudharatkan orang lain.” (HR Malik II/745)

Wallahu a’lam

Sumber : gispala.files.wordpress
Gambar : slideshare.net/helmonchan


Baca juga:
55 Adab Mendaki Gunung Menurut Syariat Islam


7 Tips Sholat Ketika Mendaki Gunung

====================
- Green Campus Outdoor -
" Tempat Penyewaan Alat Outdoor / Hiking / Camping Murah di Jakarta Timur "
Previous
Next Post »
Assalamu'alaikum.. Kawan, terima kasih sudah berkunjung di WebBlog Green Campus Outdoor.. :)